Thursday, May 28, 2009

REFLEKSI 11 TH REFORMASI


Sebuah narasi dipersembahkan untuk:

mereka yang telah berjuang demi sebuah nama keadilan atas keterbungkaman yang mendalam.
mereka yang telah mempertaruhkan nyawa demi sebuah perubahan.
mereka yang telah ditinggalkan oleh bintang harapan masa depan dalam keluarga yang sekarang telah mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Reformasi Indonesia.

12 Mei 1998 menjadi puncak dari ketidakpastian dan ketidakadilan yang dirasakan para pejuang Reformasi atas nama rakyat Indonesia yang telah dikhianati oleh wakil mereka di pemerintahan. hingga kejatuhan korban dari kedua belah pihak ( mahasiswa maupun ABRI ) tidak dapat terelakkan.

Namun, pasca reformasi 1998, gerakan mahasiswa mulai kehilangan orientasi , transisi demokrasi yang telah mulai berjalan telah membuat gerakan mahasiswa gagap dan sulit menempatkan diri.
Perbedaan ideologi yang menjadi dasar gerakan , kuat sekali indikasinya yang menjadi penyebab gerakan mahasiswa menjadi fragmentasi, apalagi ideologi-ideologi tersebut dibumbuhi oleh nuansa-nuansa politis. Sehingga tidak jarang kita melihat adanya bentrok fisik antar gerakan mahasiswa itu sendiri.

apakah kita akan seperti ini terus? Dimanakah gerakan mahasiswa yang pernah dielu-elukan dulu? apakah kita cuma sebatas mengenang, mengenang dan mengenang apa itu reformasi?
Pendahulu kita telah memperjuangkan Reformasi. Lalu apa tindakan kita selanjutnya? Jangan katakan itu " pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan". Itu pernah diucapkan 10 tahun yang lalu. Apakah sekarang masih " pekerjaan rumah juga"?

Ingatkah janji yang telah kalian ukir di atas monument Tragedi 12 Mei 1998?

Monument yang dibuat untuk sahabat kita, pejuang reformasi kita, pejuang atas tangis rakyat.
4 mahasiswa Trisakti, Elang mulia Lesmana ( Arsitektur, 1996 ), Hafidin Royan ( Teknik Sipil, 1996 ), Hendriawan Sie ( Manajemen , 1996) dan Heri Hartanto ( Teknik Mesin, 1996 ).

Hari ini kami datang bersama bunga dan sejuta pekik sebagai tanda kasih serta keteguhan kami demi keadilan karena kami yakin bahwa reformasi merupakan keharusan.

Merah Putih setengah tiang bersaksi atas darah, keringat, air mata, rasa takut dan rasa ingin berontak bercampur menjadi satu. Ratusan dari kami yang cedera puluhan dari kami yang ditembaki atas kesewenang-wenangan penguasa. Empat saudara kami tercinta, telah gugur meninggalkan ribuan duka, kalut dan marah yang mendalam.

Perjuanganmu takkan sia-sia saudaraku,tiap tetes darahmu akan berarti bagi bangsa dan negeri ini. Dan ini menjadi bukti bagi kami yang setia bahwa keadilan adalah kepatutan!

Jangan pedulikan ego masing-masing! Dulu kita satu, sekarang kita satu dan selamanya kita adalah satu.