Tuesday, October 25, 2011

Life is short

      Tragedi mengawali minggu ini tentang kabar meninggalnya salah satu pembalap team San Carlo Honda Gresini, Marco Simoncelli (Italia), di sirkuit Sepang-Malaysia pada 23 Ocotober 2011. Sebenarnya aku juga nggak nonton langsung di TV. Aku taunya lewat FB perihal kecelakaan Simoncelli. Namun, update berikutnya mengatakan ia telah meninggal dunia.
      Dari info yang tersiar di dunia maya, simoncelli mengalami trauma serius pada bagian kepala, leher dan dada dan hanya mampu bertahan selama 45 menit sebelum akhirnya meninggal pada pukul 16.56, waktu Malaysia.
     Mungkin bisa dikatakan nasib malang, tapi Marco Simoncelli telah melakukan sesuatu yang berarti buat hidupnya dan ia telah mencapai cita-citanya sebagai pembalap. Tidak perlu diragukan kemampuannya dalam mengeendarai motor 500cc. Walaupun banyak yang mengatakan caranya mengendarai motor terlalu ugal-ugalan. Tapi setidaknya dia telah membuktikan bahwa balapan adalah hidup dan matinya even he has other plan for the future life.
       Life is short. Kita mungkin berencana tapi Tuhan yang punya kehendak atas segalanya. Seperti Simoncelli, mungkin hari itu ia berencana untuk bisa masuk ke podium namun Tuhan berkata lain. Yang perlu kita lakukan adalah berbuat yang terbaik yang bisa kita lakukan, hasilnya serahkan pada Tuhan.
        Selamat jalan Marco Simoncelli, always be a good racer even after life. Rest in peace. Amin.

Sunday, October 16, 2011

My real story

          Hahh... Udah tengah bulan Oktober aja sekarang..
       Berarti sudah dua setengah bulan aku bergelut dengan teriakan kencang yang menggeserkan gendang telingaku dan kesabaran yang amat sangat menghadapi malaikat-malaikat kecil. But, I won't to tell about my students for this post. Just let the chlidren with their own world. ^_^
        Awal minggu ini dikejutkan dengan sebuah akun facebook yang tidak pernah kuduga bisa kutemukan juga. Yup, my ex-boyfriend... Hampir 10 tahun yang lalu hubungan kami sudah berakhir. Tapi karena rasa bersalah yangg teramat sangat dengan mutusin dia waktu itu, buat aku selalu dibayangi olehnya, oleh rasa bersalah itu. Bagaimana tidak? sejak keputusan yang kubuat melalui sebuah surat yang menyatakan bahwa aku memtuskan hubungan kami, sejak saat itu kami tidak pernah bicara. 
Beberapa kali cuma dengan sepatah dua patah kata.
       Tidak ada satupun sapaan saat dijadwalkan sebagai teman piket kelas di hari yang sama pada saat SMP kelas 3. Bertemu di gerbang GOR saat kedua sekolah kami bertanding. Dia tersenyum padaku saat itu tapi tentu dengan senyum dan otak polosku membiarkan hal itu terlewatkan. Kesempatan selanjutnya saat aku menemani kakakku menemui temannya yang kuketahui merupakan sekolahnya juga. Tidak berharap untuk bertemu saat di pintu gerbang. Aku melihatnya sedang berjalan pulang dengan teman-temannya sebelum dia melihatku dan dengan spontan aku memanggil namanya. Dia tersenyum dan menghampiriku tapi saat tinggal beberapa langkah di antara kami, aku langsung menyuruhnya pulang. Tanpa kata Ia mengikuti apa yang bilang. Dan ia sempat melempar senyuman sebelum ia berlalu dari pagar tembok sekolahnya.
         Kesempatan ketiga ketika aku hendak ke Perpustakaan daerah tempatku. Kebetulan angkot yang aku naiki melewati sekolahnya. Saat itu aku melihat ia sedang nongkrong dengan teman-temannya di depan gerbang sekolahnya. Entah apa yang merasukiku, aku langsung turun dari angkot dan menghampirinya. Aku memanggilnya dan dia menoleh, kaget mungkin tapi dia tetap memberikan senyum padaku. Baru sebentar bicara dengannya, seorang cewek tiba-tiba datang dan bergelayut manja di lengannya. Aku mundur sejenak, dan seketika itu terdengar suara girang memanggilku. Natasha, teman SMPku dan maniac Harry Potter  dan Detective Conan, seperti diriku. Tanpa basa basi, Natasha memulai obrolan tentang serial Hp yang baru keluar. Dan sekali lagi pandanganku teralihkan. Aku sempat melihatnya berdiri kebingungan di depanku. Tapi aku cuma tersenyum dan berlalu dengan obrolan tentang HP bersama Natasha.
         Sejak itu kami tidak pernah ketemu. Hingga suatu saat sahabatku Vika mengatakan bahwa dia satu fakultas dengan cowok SMPku itu. senangnya bukan main. Sering aku main ke kampusnya untuk berbagai alasan. Cuma untuk satu harapan. Cuma untuk memastikan hubungan kami sudah baik sekarang. Ternyata aku salah. Dia berubah. Tidak ada lagi senyuman ramah setiap kali ia melihatku. Dia berubah dingin padaku. Apa ia benar-benar membenciku?
       Kami berboncengan selama kurang lebih 45 menit. Tapi tidak ada satu katapun yang keluarkan dari mulut kami. Cuma deru motornya yang menemani perjalanan kami saat itu.
         Bukan kenangan yang cukup indah tapi aku masih mengingat semuanya. Setiap detail dari raut wajahnya. Oh God... Please help me. I be come crazy coz think about this, about him all the time. Please God, I love my boy now. I do not want to hurt him because of my past. Please set me free.
         Kejamnya lagi, aku dah ceritain tentang dia pada cowokku. Satu-satunya cowok yang secara pasti aku sebutkan namanya di depan cowokku.

I think stop about him... 
Just set me free, please...