He is on my eyes

Andi Rahmanto. Dia sahabatku.
Memang tidak banyak yang aku ketahui tentang dia.
Bagiku, dia sosok sahabat terbaik yang pernah aku miliki.
Sosok cowok yang dengan berani dan pertama kalinya menyentuhku.
Memberikan pelukan perpisahaan yang hangat 6 tahun yang lalu.

Sudah 3 tahun berlalu sejak kejadian itu.
Kejadian bodoh yang membuat aku kehilangan sosoknya
untuk mendapatkan satu kisah cinta yang tidak abadi.
Dan pada saat aku berusaha untuk kembali menemukan sosoknya,
Yang kutemukan hanyalah bayanganku sendiri.
Ia telah meninggalkanku dari awal kisah ini dimulai.

Sudah 3 tahun.

Dan aku masih menangis, mengingat ia telah pergi.
Sekarang aku mencarinya dan telah kutemukan dia kembali.
Tapi entah kenapa terasa jelas jurang pemisah antara kami.
Dan akupun masih menangis.

Aku tahu jalan kita beda.
Aku tahu kamu punya masalahmu sendiri.
Aku tahu kamu punya kehidupanmu sendiri.
Seperti kata-katamu tahun lalu dalam pesan terakhirmu.
Aku tidak ingin mengganggu siapapun.
Aku cuma ingin menemukan dia, sahabatku yang dulu.

Kita sudah berbeda.
Cara pandang, pemikiran dan sikap kita sudah berbeda.
Saat aku menemukanmu dalam lembar surat terakhirmu, aku tahu akan hal itu.
Ingat surat terakhirmu? Depok, 13 Ramadhan 1426 H,  saat itu aku menyadari dirimu yang lain.

Semua suratmu masih ada. Lengkap.
Seringku baca untuk sekedar melepas asa ini.
Senyum-senyum sendiri ketika membaca dan mengingat semuanya.
Terlalu indah untuk dilupakan.
Kenangan itu terlalu jelas.
Hingga akhir dari semuanya adalah sebuah tangis sedu.
Sebuah penyesalan yang harus kuceritakan pada diriku sendiri.

Aku masih disini.
Masih dia yang dulu.
Cewek polos yang punya segudang imajinasi tentang indahnya cinta dan persahabatan.
Dan waktuku tidaklah banyak untuk beberapa tahun ke depan.
Satu harapanku
Harapan seumur hidup, sebelum saatnya tiba,
Aku ingin bisa menlihatmu lagi.
Dan merasakan pelukan tulus dari seorang sahabat seperti dirimu, sekali lagi dan untuk selamanya.